YES RADIO, Cilacap : Tahun 1996 Minto baru saja lulus dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) jurusan mesin industri di Cilacap.
Berbekal ijazah sekolah kejuruan itu, Minto remaja akhirnya membawa impian masa depan di Ibu Kota, dan mengadu nasib bekerja di sebuah proyek satu ke proyek lainnya.
Kurun waktu 1 tahun Minto bertahan dengan posisinya sebagai helper sebuah pekerjaan yang bersifat membantu mempersiapkan keperluan yang berhubungan dengan berbagai alat-alat.
Siapa nyana, justru dari lingkungan pekerjaannya itulah sekarang Minto bisa sukses.
“Saya tertarik menjadi juru las, karena lingkup pekerjaan saya di proyek perpipaan,” ujarnya.
Genap 1 tahun merantau, waktu itu tahun 1997, Minto memutuskan kembali ke kampung halaman.
Dia bertekad belajar keterampilan mengelas di Balai Latihan Kerja Industri (BLKI) Cilacap. Setelah 6 bulan kemudian ia berhasil mengantongi sertifikat Juru Las (welder) kelas 2, untuk klasifikasi juru las listrik.
Selesai kursus welder, Minto berniat kembali ke Jakarta.
“Alhamdulillah dapat pekerjaan dengan modal sertifikat welder tapi gajinya tetap gaji helper,” katanya sambil tertawa.
Nama lengkap warga Desa Pegadungan – Kecamatan Adipala – Kabupaten Cilacap ini adalah Suminto Triyatno.
Rumahnya terbilang nyaman, berdiri kokoh diantara rumah-rumah lain. Pada salah satu sudut dinding berjajar beberapa mesin perontok padi.
Bagi Minto, hantaman krisis moneter pada tahun 1998, menjadi tonggak sejarah hidupnya, dimana ia terimbas Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Pria kelahiran 1976 ini mengingat peristiwa sekitar 24 tahun silam, di mana krisis merupakan salah satu periode terburuk dalam sejarah Indonesia modern.
Tak kunjung mendapat pekerjaan, Minto lalu diajak ayahnya bertani.
“Tahun 2000-an sempat ingin ke Taiwan, Tapi belum nasib baik mungkin, lalu saya bekerja di Malaysia, itupun melalui proses illegal,” ungkapnya, malu- malu.
Hanya sebentar di negeri orang, Minto kembali ke tanah air dan memutuskan menikahi wanita asli Cilacap.
“Setelah menikah, ibu saya wanti- wanti agar saya tidak merantau lagi. Lalu saya memutuskan kembali bertani. Lama kelamaan saya mulai mendengar keresahan para petani di lingkungannya ketika mesin perontok padi mereka rusak. Awalnya saya hanya membantu memperbaiki, ternyata mereka puas dengan hasil kerja saya,” katanya.
Dengan bekal sekolah jurusan mesin industri dan kursus las listik, Minto memberanikan diri membuka usaha bengkel mesin perontok padi.
Bengkel yang dirintis sejak tahun 2002 ini kemudian berkembang.
Karena sempat mengalami kesulitan memperoleh suku cadang, Minto berinisiatif mengembangkan usaha menjadi bengkel renovasi mesin hingga akhirnya ia berani memproduksi mesin perontok padi.
Tidak hanya itu, pada tahun 2014 Minto mengembangkan sayap ke bidang perkebunan dengan membuat mesin pencacah biji-bijian.
Jumlah pekerja yang semula 3 orang pun bertambah menjadi 5 orang.
Namun, bukan berarti tanpa hambatan, seperti menjalani usaha pada umumnya, bengkel milik Minto pun mengalami jatuh bangun.
“Tahun 2018, waktu itu ada pelanggan yang mulai macet membayar, padahal pesanannya lumayan banyak,” jelasnya.
Tanpa mengurangi jumlah karyawan ia mencoba bertahan, tetap menerima pesanan lain meski perputaraan keuangan sedikit tersendat.
Maret 2020, wabah pandemi Covid-19 mengakibatkan mandegnya berbagai bidang usaha. Menurut Minto pandemi sempat membuatnya limbung, karena harga material di pasaran meroket naik.
“Alhamdulillah tidak sampai membuat kolaps,” katanya.
Apalagi, awal pandemi Covid-19 ia mulai dikenalkan Program Kemitraan Pertamina. Sebuah upaya dari PT Pertamina (Persero) untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri.
Program ini dilakukan dengan menyalurkan dana pinjaman, pendampingan, serta pembinaan usaha.
“Saya dikenalkan program ini saat menerima pesanan 25 unit bak cuci tangan untuk bantuan pandemi Covid-19 lalu, dari Pertamina Kilang Cilacap,” jelasnya.
Sebelumnya, dari Pertamina Refinery Unit (RU) IV ini pula, Minto menggarap pesanan almari yang terbikin dari limbah drum aspal.
“Waktu itu untuk disalurkan ke Pondok Pesantren,” ungkapnya.
Melalui Program Kemitraan Pertamina, ujar Minto, usahanya kini kembali moncer.
Beberapa waktu lalu, ia kembali menerima pesanan pembuatan 5 unit gerobak yang akan disalurkan Pertamina RU IV sebagai bantuan untuk peningkatan dan pengembangan kualitas bagi pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
Selain itu, pesanan juga datang dari berbagai instansi maupun dinas terkait, Bersama Dinas Peternakan Kabupaten Cilacap misalnya, kini ia telah menjalin kerjasama dalam pembuatan mesin pengolah pakan ternak.
Minto, bukanlah tokoh ‘Mbah Minto’ yang dihadirkan ‘Youtuber Ucup’ dari Klaten. Minto adalah sosok ayah 2 anak dari Cilacap, pemilik bengkel las listrik Lestari Jaya Teknik.
Ia merupakan contoh dari sekian banyak mitra binaan Pertamina RU IV Cilacap yang sukses melalui Program Kemitraan.
Minto sangat berharap Program Kemitraan Pertamina dapat terus berlanjut.
“Kalau pesanan pas banyak, rencananya saya ingin menggandeng mitra Pertamina lainnya yang masih satu jalur dengan usaha saya untuk bisa bekerjasama,” harapnya.
Bengkel las listrik memang identik dengan hasil produk konstruksi, belajar dari apa yang dilakukan Minto, ternyata produk yang dihasilkan dari usaha bengkel ini lebih bervariatif.
Banyak sektor yang dapat dijangkau dan dijadikan target pasar pada usaha bengkel las.